Malang Nasib Perajin Lampu Hias Newi Bowo Leksono Kedua Kakinya Lumpuh Total

Nazkanews - Malang nasib Newi Bowo Leksono warga yang tinggal di Desa Tri Manunggal Kecamatan Tapung Kabupaten Kampar berhenti berkarya membuat lampu hias dari paralon disebabkan kedua kakinya lumpuh selama tiga tahun ini akibat syaraf terjepit setelah mengalami operasi di Rumah Sakit Umum Arifin Ahmad Pekanbaru.
Kepala Desa Tri Manunggal Edi Bambang yang ditemui mengatakan bahwa warganya itu sudah tidak bisa lagi menerima pesanan lampu hias karena lumpuh.
"Ini hasil karya Newi, sayangnnya dia tidak bisa lagi berkarya sebab kakinya lumpuh karena mengalami syaraf terjepit," ujarnya didampingi Sekdes Tasidi, Jumat (25/10/2024).
Pria kelahiran Lumajang, 12 September 1988 anak ketiga dari empat bersaudara anak dari pasangan Eko dan Misti ini menorehkan karya uniknya sejak berumur 27 tahun. Selama enam tahun ia melakoni pekerjaan itu dengan telaten hingga mendapatkan hasil lumayan banyak, hasil karyanya terjual mencapai ratusan buah. Bukan saja diminati oleh warga sekitar, namun karyanya sudah sampai ke Jawa Timur dan Bali sebagai upayanya memposting hasil karyanya melalui media sosial seperti facebook dan media sosial lainnya.
Berbagai model karya lampu hias paralon itu dibuat berdasrkan permintaan konsumen, ada yang bermotifkan logo pemerintah Kabupaten Kampar, kaligrafi, dan bentuk-bentuk unik yang menarik lainnya. Harga jual dari lampu hias itu, tidaklah mahal dan sangat terjangkau, namun juga tergantung kerumitan dalam membuatnya berkisar Rp200 ribuan.
Selain itu Newi panggilan akrab pria ini juga membuat Lukisan Bakar yang sangat menarik dari media triplek atau MDF yang sangat rapi dan mirip dari gambar aslinya. Kemudian ada juga karya seni yang dibuat dengan melukis di sandal jepit berbagai motif lukisan seperti lukisan naruto, spongebob, hello kitty, upin ipin dan doraemon serta berbentuk tulisan nama-nama lain yang juga sangat diminati masyarakat dengan harga sangat terjangkau berkisar Rp35 ribu hingga Rp40 ribu.
Lampu Hias Paralon
Hasil penjualan karyanya itu sebenarnya sudah sangat membantunya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, namun apa hendak dikata, kondisinya saat ini tengah terpuruk, Ia tidak bisa berbuat banyak lagi, hanya dapat memenuhi pesanan lukisan bakar atau sandal saja dengan kondisi yang harus selalu duduk, tidak bisa banyak bergerak, Sedangkan untuk kerajinan lampu hias memang sudah tidak bisa lagi ia buat, karena membuat lampu hias itu banyak debu dari torehan bor ke paralon.
Newi adalah tipe pria yang tidak bisa tinggal diam, dia sangat kreatif. Dia mulai menekuni usaha membuat lampu hias dari paralon ini sejak berumur 27 tahun, ketika itu selepas SMA tahun 2006 umurnya baru 18 tahun, dia membuka usaha perbengkelan sepeda dan sepeda motor yang lokasinya tidak jauh dari kantor Desa Tri Manunggal, namun setelah sembilan tahun, usahanya itu kian sepi karena sudah banyak yang membuka usaha bengkel.
Kemudian dia mulai beralih dengan pekerjaan sampingannya membuat lampu hias paralon itu. Usaha yang dirintisnya dari iseng-iseng. Mulai belajar dengan melihat medsos YouTube. Lalu mulai mengumpulkan paralon-paralon bekas dari dibelinya dari tempat rongsokan dan membeli alat-alat seperti bor-bor kecil untuk mengukir paralon itu.
Lama kelamaan pesanan makin banyak, kemudian ia sudah bisa membeli paralon di toko bangunan, tidak lagi mengumpulkan dari paralon bekas, karena menurutnya proses pembuatannya menjadi lama, paralon-paralon bekas itu harus dibersihkan terlebih dahulu dengan bayclean dan rinso yang membuat tangannya bentol-bentol atau alergi karena membersihkan kotoran-kotoran yang ada.
Karyanya ini semakin dikenal setelah bertemu dengan Kepala Desa Tri Manunggal Edi Bambang, apalagi saat adanya stand pameran pada acara ulang tahun desa yang dihadiri Bupati Kampar kala itu Catur Sugeng Susanto. Ia juga membuat lukisan bakar wajah sang bupati itu.
Lukisan Bakar Wajah Presiden RI Soeharto dan Sandal Ukir
Alumni SMAN 1 Tapung 2006 ini tinggal di Kecamatan Tapung sejak 1989 saat berumur satu tahun dia dibawa oleh kedua orang tuanya merantau. Sang ayah telah wafat pada 2016 saat umurnya 28 tahun tiga tahun kemudian menyusul sang ibu wafat pada 2019. Saat ini ia tinggal di rumah kakak tertua yang bernama Semi Tut yang sehari-harinya berjualan bakso di desa itu.
Newi mengalami syaraf terjepit ini pada 2020. Menurutnya penyebabnya adalah karena berat badan berlebih dimana sebelum sakit mencapai 125 kg setelah sakit selama tiga tahun belakangan turun menjadi 85 kg. Setelah menjalani operasi di Rumah Sakit Umum Arifin Ahmad Pekanbaru membuatnya menjadi lumpuh total.
Satu harapannya saat ini, dia ingin sekali bisa berobat ke Suhu Ayong tempat pengobatan alternatif di Jakarta, namun terkendala biaya. Ia tidak ingin lagi berobat secara medis, karena menurutnya tidak ada hasil sama sekali bahkan membuatnya semakin menderita. Kendati demikian ia masih menyimpan harapan untuk bisa sembuh mengingat usianya yang masih tergolong muda itu.
"Saya ingin sekali berobat ke Suhu Ayong yang di Jakarta itu, satu-satunya harapan saya setelah melakukan berobat medis menjalani operasi tidak membuahkan hasil apa-apa, namun apa hendak dikata harapan itu masih saja dalam angan-angan, biaya untuk berobat itu tidaklah sedikit, karena bukan saja biaya untuk berobat, tetapi juga untuk biaya saya hidup selama masa pengobatan berlangsung, siapa yang akan menanggung, kasian kakak saya kalau harus menanggung semuanya," katanya dengan lirih menyampaikan hal ini kepada Pemimpin Umum Nazkanews.com Juswari Umar Said saat ditemui disana. (*)