Juswari Umar Said : Wartawan Harus Patuhi Rambu-rambu Jurnalistik

Oct 24, 2024 - 05:28 WIB
Juswari Umar Said : Wartawan Harus Patuhi Rambu-rambu Jurnalistik

Nazkanews – Maraknya permasalahan sikap dan prilaku wartawan dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang nakal, meresahkan kalangan pejabat dan masyarakat mendapat sorotan dari Praktisi Hukum Juswari Umar Said. Ia menyebutkan sebagai wartawan harus memahami undang-undang pers dan kode etik jurnalistik.

"Sebagai wartawan, seharusnya memahami undang-undang Pers Nomor 40 tahun 1999 dan memegang teguh Kode Etik Jurnalistik," tegasnya Kamis (24/10/2024) 

Hal ini lanjutnya ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 yetang Pers pasal 7 (ayat 2) yang bunyinya “Wartawan memiliki dan menaati Kode Etik Jurnalistik”. "Itu artinya untuk menjaga praktik pers yang bebas dan bertanggungjawab maka di dalam menjalankan tugas sebagai seorang jurnalis memiliki kewajiban untuk menaati Kode Etik Jurnalistik," terang Pemimpin Umum Nazkanews.com

"Kode Etik Jurnalistik itu ada 11 pasal yang tujuannya membatasi gerak wartawan dalam bertugas, agar tidak semena-mena dan taat pada peraturan, sebab tidak ada yang kebal hukum," tegasnya.

Mari kita pelajari dan pahami serta terapkan agar dalam menjalankan tugas tidak salah langkah dan tidak ceroboh yang dapat menimbulkan tindakan fatal atau merugikan banyak orang. Berikut Kode Etik Jurnalistik itu ;

Dalam pasal 1 diterangkan bahwa Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat,  berimbang dan tidak bertindak buruk.

Penafsirannya, Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers, informasi yang disajikan itu harus akurat dapat dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi. Kemudian berimbang yang artinya informasi yang disajkan itu memberikan ruang yang sama kepada semua pihak serta tidak beretikat buruk, tindakan sengaja yang semata-mata untuk menimbulkan kerugian kepada pihak lain.

Pasal 2 menerangkan bahwa Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik

Penafsiran cara-cara yang profesional adalah itu wartawan dapat memperkenalkan diri dan menunjukkan identitas diri yang jelas kepada narasumber, menghirmati hak privasi dan tidak melakukan suap

Dalam pasal ini terangnya mengandung makna menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya; 

  1. Rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang; 
  2. Menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara;
  3. Tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai karya sendiri;
  4. Penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita  investigasi bagi kepentingan publik.

Pasal 3 Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak  mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah

Penafsiran, mengandung makna bahwa informasi yang ada harus dapat diuji kebenarannya, berimbang dengan mermberikan kesempatan yang sama kepada masing-masing pihak secara profesional. 

"Fakta dan opini jelas dua hal yang mengandung makna berbeda, opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta dan harus mengandung azas praduga tak bersalah untuk menghindari tindakan menghakimi seseorang," terangnya.

Pasal 4 Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis dan cabul

Penafsiran, berita bohong berarti informasi itu tidak sesuai dengan fakta yang ada, apalagi fitnah berarti yang berartiadanya tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk. Kata sadis ini sangat bertentangan dengan prilaku dan adab, sehingga wartawan tidak boleh menyajikan informasi yang sadis, yang tidak mengenal belas kasihan.

Begitu juga dengan informasi yang mengandung tindakan cabul yang memiliki makna penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi. Ini sangat berpengaruh kepada pembaca.

Kemudian dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan harus mencantumkan waktu pengambilan gambar dan suara, sehingga data-data itu memang sesudai dengan fakta yang sebenarnya.

Pasal 5 Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.

Penafsirannya, wartawan dilarang menyiarkan kepada publik identitas korban kejahatan asusila, sehingga segala informasi dan data yang menyangkut diri seseorang yang menjadi korban harus disembunyikan agar tidak mudah dilacak. Apalagi yang menyangkut tentang anak (usia 16 tahun dan belum menikah)

Pasal 6 Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap

  1. Menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan  pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum.
  2. Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi

Pasal 7 Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang dan “off the record” sesuai dengan kesepakatan.

Penafsirannya;

  1. Hak tolak adalah hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan narasumber demi keamanan narasumber dan keluarganya.
  2. Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan permintaan narasumber.
  3. Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data dari narasumber yang disiarkan atau diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya.
  4. “Off the record” adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak boleh disiarkan atau diberitakan.

Pasal 8 Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, cacat jiwa atau cacat jasmani

Penafsirannya, prasangka adalah anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara jelas dan diskriminasi adalah pembedaan perlakuan terhadap seseorang tentang suku, ras, agama, jenis kelamin, bahasa dan merendahkan martabat orang lain.

Pasal 9 Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik

Penafsiran, wartawan atau media harus menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati dan kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya selain yang terkait dengan kepentingan publik.

Pasal 10 Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar dan atau pemirsa

Penafsirannya, dalam pasal ini menekankan keharusan bagi media atau wartawan untuk memperbaiki kekeliruan dalam penyajian informasi secepat mungkin baik karena ada maupun tidak ada teguran dari pihak luar. "Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok.

Pasal 11 Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional

Penafsirannya, ada hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya. Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain dan proporsional berarti setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki.

Mantan Ketua Fraksi Partai Demokrat DPRD Kabupaten Kampar ini mengatakan, "11 item itu yang menjadi pedoman bagi setiap wartawan dalam menjalankan tugasnya yang wajib dipatuhi dan dijadikan rambu-rambu dalam bekerja, tidak bisa hanya karena mentang-mentang," tukasnya.

Ia menyebutkan, semua pekerjaan profesi itu memiliki rambu-rambu yang harus dipatuhi dan dijalankan dengan sebaik-baiknya, sebab negara Indonesia adalah negara hukum, semua ada aturannya. (*)