Mujiono Warga Tapung Hilir Dilaporkan ke Polres Kampar Diduga Gelapkan Sertifikat Kebun Sawit Jaminan Utang

Nazkanews – Mujiono warga Desa Koto Bangun Kecamatan Tapung Kabupaten Kampar, Riau dilaporkan ke Polres Kampar, diduga telah menggelapkan sertifikat tanah milik Sutarji yang dijadikan jaminan utang kepadanya. Laporan disampaikan oleh kuasa hukum Juswari Umar Said dan Emil Salim melalui surat nomor 008/LP/I/2025 pada Rabu (15/1/2025).
Sutarji melalui kuasa hukumnya membuat laporan itu karena merasa sangat dirugikan, dan berharap agar aparat penegak hukum dapat memberikan keadilan atas dirinya.
Juswari Umar Said dan Emil Salim selaku Kuasa Hukum Sutarji yang dimintai penjelasannya mengatakan bahwa terhadap permasalahan ini, perbuatan Mujiono dan Rodiah itu sangat merugikan kliennya. Ia meminta perlindungan serta tindakan penegakan hukum berupa penyelidikan dan penyidikan terhadap Mujiono dan Rodiah sebagaimana ketentuan hukum yang berlaku
“dengan tidak dapat ditunjukkannya bukti SHM No. 277/2000 atas nama Sutarji itu, diduga Mujiono telah menggelapkan SHM No. 277/2000 tersebut,” tegas Juswari, Senin (27/1/2025).
“Tindakan Mujiono yang disebut Terlapor dalam perkara ini merupakan perbuatan terlarang dan merupakan tindak pidana penggelapan sebagaimana disebutkan dalam pasal 372 KUHP, maupun tindak pidana terkait lainnya, untuk itu mohon kiranya Mujiono selaku Terlapor ditindak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku untuk tindakan penyelidikan dan penyidikan sebagaimana ketentuan pasal I butir 5 dan 2. Pasal 5 dan 7 KUHP,” pintanya.
Malang nasib Sutarji warga Desa Koto Bangun Kecamatan Tapung Hilir Kabupaten Kampar, Riau sertifikat tanah kebun sawit miliknya yang menjadi
Mujiono dan Rodiah
jaminan utangnya kepada tetangganya Mujiono dan Rodiah malah ia dituduh telah menjualkan tanah itu kepada keduanya.
Sutarji menuturkan cerita pilu yang dialaminya dan sempat membakar emosinya itu. Awalnya pada 2012, ketika itu, ia terpaksa meminjam uang karena usahanya tengah terpuruk, ia mengaku meminjam uang sebesar Rp240 juta kepada Mujiono dan Rodiah dengan jaminan tanah kapling kebun plasma kelapa sawit seluas 2 hektar yang terletak di Blok J 21 Kelompok Tani Mekar Sari Santosa Desa Koto Bangun Kecamatan Tapung Hilir berdasarkan SHM No. 277/2000 atas nama Sutarji yang hasil dari kebun itu dapat dinikmati oleh keduanya hingga ia dapat melunasi utangnya.
Beberapa waktu setelah itu, tepatnya pada April 2012, Mujiono dan istrinya mendatangi rumahnya meminta izin meminjam SHM No. 277/2000 untuk dijadikan tambahan jaminan utang Terlapor di Bank dengan tenor lima tahun. Sutarjipun memberi izin dengan ketentuan saat ia membutuhkan sertifikat itu ada.
Lima tahun kemudian, tepatnya pada 2017 ia datang kepada Mujiono dan Rodiah dengan maksud hendak melunasi utang dan meminta SHM No. 277/2000 miliknya itu, namun dengan berbagai alasan keduanya menghindar dan tidak mau mengembalikan sertifikat tersebut.
Permasalahan itu tidak kunjung selesai, maka pada 2022, ia mengadu kepada aparat pemerintah Desa koto bangun untuk dilakukan mediasi penyelesaian permasalahanya. Dalam mediası itu ia mendesak Mujiono agar mengembalikan atau memperlihatkan asli SHM No. 277/2000 karena ia hendak membayar utangnya.
Lagi-lagi usahanya gagal, Mujiono tidak mau memperlihatkan dan tidak mau mengembalikan surat jaminan SHM No. 277/2000 tersebut, karena menurut Mujiono tanah kebun plasma kelapa sawit itu bukan jaminan atau digadaikan kepadanya, melainkan kebuh itu sudah menjadi miliknya yang telah dibeli dari Sutarji berdasarkan surat peralihan hak pada 11 April 2012.
Atas penjelasannya itu, maka Sutarji meminta Mujiono membuktikan dan atau memperlihatkan kwitansi jual beli tanah tersebut, namun Mujiono tidak dapat memperlihatkan kwitansi jual beli itu. “Jika memang saya sudah menjual kebun saya itu, mana bukti jual belinya, sementara Mujiono tidak bisa memperlihatkan bukti jual beli itu, dan jika tidak ada bukti ya,,, berarti saya tidak punya utang,” tukasnya.
Sutarji dan Istri
Dengan demikian lanjutnya, terbukti Mujiono sudah berniat jahat dan ingin menguasai dan memiliki kebun saya dengan SHM No. 277/2000 yang dititipkan kepadanya sebagai jaminan utang.
Ia menjelaskan bahwa surat Peralihan Hak pada 11 April 2012 bukanlah surat jual beli tanah, namun untuk kepentingan gadai/jaminan utangnya kapada Mujiono, sebagaimana kesepakatan selama ia berutang dan hasil dari kebun plasma kelapa sawit yang digadai tersebut dapat dinikmati oleh Mujiono, maka diterbitkan surat tersebut.
“Dalam surat Peralihat Hak 11 April 2012 itu tidak ada disebutkan jual beli, tidak ada menyebut harga tanah, karena surat tersebut bukanlah surat jual beli tanah namun disalah gunakan oleh Mujiono sehingga berdasarkan surat tersebut ia mengklaim dan menguasai SHM No. 277/2000 miliknya, bukanlah jaminan/gadai utang, dan sampai laporan saya ini dibuat Mujiono tidak mampu memperlihatkan asli SHM No. 277/2000 kepada saya,” terangnya.
Sementara itu, Kepala Desa Kota Bangun Sayugi membenarkan bahwa pihaknya pernah melakukan mediasi atas permasalahan Sutarji dan Mujiono, “benar kami pernah memediasi untuk penyelesaian masalah Sutarji dan Mujiono, namun sampai msaat ini belum ada dapat diselesaikan, keduanya teguh dengan pendapatnya masing-masing, dimana Sutarji mengaku tidak pernah menjual belikan kebuh sawit miliknya, ia hanya menggadaikan atas utangnya kepada Mujiono, sebaliknya Mujiono menyebutkan bahwa lahan itu sudah dijualkan Sutarji kepadanya, bahkan Mujiono pernah menyampaikan jika memang mau mengambil kembali lahan kebun itu, harus sesuai dengan harga kebun saat ini,” terangnya. (*)